Aku seorang pemuda yang masih muda dan masih memiliki impian yang panjang. Aku selalu berharap setiap impianku akan terwujud segera. Namun, setelah ku renungi, belum satupun mimpiku yang terkabulkan. Aku menjadi sedikit pesimis. Apa yang salah dengan setiap keinginan yang sangat aku dambakan? Aku terus merenungi mengapa dan mengapa tidak satupun impianku yang telah lama ku nantikan terwujud.
Aku teringat dengan perkataan seorang sahabat karibku. “Jika kau menginginkan sesuatu maka mintalah! Jangan biarkan hanya hatimu yang mengetahui keinginanmu, maka mintalah. Siapa tahu dengan kau menyebtkannya, alam akan mengamini keinginanmu. Dan ketahuilah bahwa sebaik baik tempat meminta hanyalah kepada Allah SWT”
Yaa..ternyata selama ini aku hanya menggumamkan keinginanku tanpa memintanya. Titik terang itu sudah mulai terlihat dari kejauhan. Masalahku sudah mulai terpecahkan. aku kembali teringat apa yang pernah dikatakan guru ngajiku. “Mintalah pada-Nya disaat sedikit diantara manusia yang masih terjaga”.
Ketiga tiba waktu 1/3 malam, aku terbangun dari lelap. Aku terbangun karena jengkel banyak nyamuk yang menyerangku malam itu. Aku benar-benar tidak bisa tidur kembali karena nyamuk benar-benar membuatku repot. Aku menggaruk tangan dan kaki yang telah bentol-bentol. Ketika aku benar-benar telah terjaga, nyamuk-nyamuk nakal itu tidak lagi menyerangku. Dan baru ku sadari mereka telah menjalankan tugasnya untuk membangunkanku disaat orang-orang masih terbuai dengan tidurnya. Sejurus kemudian aku langsung mengambil air wudhu dan menegakkan sholat malam. Lalu akupun terbenam dalam khusu’nya doa menghaturkan segala hasrat dihati. “Ya Allah, Engkaulah penggenggam diri ini. Seluruh tubuh ini adalah milikmu seutuhnya. Maka hamba ingin memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Ya Allah. Engkau anugrahkan mulut ini pandai berkata. Namun sering kali ku gunakan tanpa tanggung jawab. Sering kali lisan ini menorehkan luka di hati teman-temanku. Dan sering kali lisan ini tak berucap saat hatiku mendapat petunjuk dari-Mu hingga kemungkaran dihadapanku terabaikan. Aku sedih bila ku dapati diriku tidak juga melontarkan kata-kata kebaikan. Ya Allah..atas kemurahan-Mu hamba meminta. Jadikan mulut ini selalu dihiasi kalimat mulia dari-Mu sehingga ku bisa mengajak siapapun menuju kebaikan. Jadikan aku pandai berkomunikasi dan jadikan orang lain mengerti apa yang ku sampaikan. Jadikan aku seorang pembicara yang mampu membela agama-Mu.” Tak terasa keharuan merasuki seluruh sudut hatiku. Tetesan air mata tak mampu ku bendung. Aku menangis mengemis cinta dari-Nya.
Waktupun terus berjalan. Sedikit demi sedikit impianku mulai terwujud. Seorang teman mengajakku menimba ilmu di sebuah instansi pendidikan yang bergerak di bidang komunikasi dan kata temanku itu kita hanya bermodalkan tekad yang kuat dan keinginan yang besar untuk bisa kuliah disitu. Perjuangan belum berakhir. Karena tempat kuliah komunikasi itu tidak memungut biaya kuliah pada mahasiswanya alhasil banyak yang berguguran dan keluar dari kampus tersebut. Satu per satu teman-teman seperjuanganku menghilang, mereka jarang masuk kelas, mereka terjebak pada dilematika dan berujung dengan berenti kuliah. Kelaspun mulai tampak sepi. Hanya segelintir mahasiswa dikelasku yang masih bertahan. Sungguh, belajar tanpa kompetisi hambar rasanya. Namun hatiku teguh dan mantap untuk tetap bertahan. Bukankah ini tangga menuju impianku yang telah ku minta. Bukankah ini jalan menuju harapan yang telah kupanjatkan. Maka disinilah aku harus bertahan dan bersabar. Tidak hanya sampai disitu, ujian demi ujian terus ku hadapi. Kami selalu dihadapi dengan ujian mental yang tidak kalah sulitnya. Disinilah kami benar-benar ditempa dan diasah. Seberapa kuat kami menghadapi setiap halang rintang yang membentang dan sekuat itulah kami akan terbentuk. Disetiap ujian mental ada saja yang kalah, ada saja yang gugur, walhasil mahasiswa di kelas kami semakin menyusut drastis. Ku paksakan untuk tetap bertahan. Kesenangan-kesenangan diluar selalu membisikan kenikmatan untuk dicicipi dengan imbalan berhenti kuliah.
Perjuangan panjang itu tidaklah berujung kesia-siaan. Kami yang tersisa telah dilepaskan menjadi sarjana-sarjana komunikasi yang siap mengarungi kehidupan yang lebih menantang. Aku kini telah benar-benar siap menjadi seorang public speaker yang senantiasa menyiarkan kebaikan pada siapa pun. Memang janji Allah tidak pernah ingkar. “Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan” (94:6)